KETABAHAN DAN PENGORBANAN SYAIKH SHABRI ARURI

 


Beliau termasuk salah seorang penjaga dan pejuang Islam terpercaya, murid Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani yang mulia, dan seorang syaikh memiliki ketabahan dan perngobanan yang luar biasa.

Shabri Aruri namanya, lahir pada 1921 dari kalangan keluarga taat agana. Ayahnya adalah imam dan khatib di kota Yatta, Hebron, Palestina.

Pada tahun 1940-an, ketika berjihad melawan tentara Inggris, kelompoknya diserang dan dibom hingga dia mengira telah menemui ajalnya. Tentara Inggris membawanya bersama jenazah mujahidin lainnya. Namun dalam perjalanan, takdir Allah menentukan nasibnya. Syaikh Shabri Aruri masih hidup dan kembali pada perjuangannya dengan bekas pecahan bom di kakinya.

Tahun 1945 Syaikh Shabri tinggal di Masjid Al Aqsha yang mulia. Mendengarkan ceramah Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani yang kelak akan jadi gurunya. Berbagai kajian Syaikh Taqiyuddin diikutinya. Kajian ba'da salat Jumat pada khususnya.

Syaikh Taqiyuddin membuatnya terpesona. Kemana pun Syaikh Taqiyuddin pergi, dua selalu mengikutinya. Sampai akhirnya dia menyatakan akan menjadi pengikut dan sahabatnya. Hingga kemudian mereka bekerja sama membentuk partai politik yang kelak membuat para rezim jahat murka.

Akibat aktivitas dakwahnya, pada tahun 1955, Syaikh Shabri ditangkap dan dipenjara. Belum satu tahun, kemudian beliau dibebaskan dan kembali pada aktivitasnya. Tahun 1956, dia menyebarkan buletin dakwah di sebuah kampus di Yordania. Aparat mengetahuinya, lalu ditangkaplah ia.

Di pengadilan, dia bertemu seorang perwira militer Inggris yang membuatnya murka. Sampai-sampai Syaikh Shabri melemparkan kursi kepadanya dan mengecam sikap-sikap politiknya.

Tahun 1957, partai politik yang dibentuk bersama gurunya menyebarkan leaflet dakwah yang mengkritik kebijakan penguasa. Namun Syaikh Shabri tidak ingin kaki tangan penguasa menangkap gurunya. Akhirnya, diambil semua leaflet gurunya dan disebarkannya sampai akhirnya dia kembali ditangkap dan dipenjara.

Sahabat, teman seperjuangan dan gurunya yang lain, Syaikh Ahmad Ad-Da'ur namanya. Suatu ketika, mereka berdua berencana menyebarkan leaflet dakwah di kota.

Namun Syailh Ad-Da'ur sempat ragu dan ingin menunda. Sebab, penyebaran leaflet itu akan bisa mengganggu pekerjaan Syaikh Shabri yang setiap hari harus menjaga toko miliknya.

Keraguan Syaikh Ad-Da'ur justru dipatahkan oleh Syaikh Shabri yang berkata, "Kita menginginkan jannah (surga), ataukah ingin toko kita?" Mereka pun semakin mantap dan meneruskan aktivitas dakwahnya.

Tahun 1963, Syaikh Taqiyuddin mengirim Syaikh Shabri ke Suriah untuk aktivitas dakwah di sana. Padahal, Suriah dipimpin penguasa bertangan besi dari Partai Baats atau Partai Sosialis yang sungguh kejamnya.

Begitu sampai di kota Homs, Syaikh Shabri langsung ditangkap dan diinterogasi kaki tangan penguasa untuk mengetahui siapa pihak yang mengutusnya. Tak butuh waktu lama, Syaikh Shabri langsung ditangkap dan dipenjara.

Syaikh Shabri diinterogasi dan dimasukkan dalam penjara, yaitu berupa kamar mandi yang sangat kotor dan menyiksa. Syaikh Shabri tetap tidak buka suara walau diejek dan dihina. 

Syaikh Shabri pun diseret dan ditempatkan di kursi listrik, beliau kemudian disetrum dengan listrik yang menyiksa hanya untuk memaksanya bicara. Namun lisan sang pejuang tetap terkunci demi gurunya agar selamat sentosa. Syaikh Shabri pun jatuh pingsan, lumpuh, dan tak dapat bicara selama dua pekan berikutnya.

Tapi kejamnya pemerintah Suriah, tetap tak mau melepaskannya. Berkat saran seorang dokter asal Prancis, agar melepaskannya saja, sebab tak ada harapan bagi dia untuk bisa hidup seperti sedia kala. Tubuh Syaikh Shabri kemudian dibawa dan dilemparkan ke tengah gurun tandus yang panas membara. Namun ternyata, Allah memiliki rencana lain untuknya.

Syaikh Shabri ternyata masih hidup hingga tua dan mencapai 96 usianya. Beliau sangat sering mengutip hadis, yang artinya, "Janganlah rasa takut orang-orang menghentikanmu mengatakan kebenaran, karena apa yang kamu katakan atau kamu lakukan tidak akan menjauhkan dari rezeki atau ajal."

Beberapa pensiunan tentara yang dulu pernah terlibat dalam penyiksaannya pernah mendatanginya dan meminta maaf serta meminta agar tidak mendoakan keburukan untuknya.

Syaikh Shabri meninggal pada usia 96 tahun pada hari Sayyidul Ayyam, hari Jumat yang mulia tanggal 3 Februari 2017. Semoga Allah menempatkannya dalam surga-Nya yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.

Disarikan dari situs hizbaustralia org.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KETABAHAN DAN PENGORBANAN SYAIKH SHABRI ARURI"

Post a Comment