Al Qur'an Dirobek, Diludahi Dan Dibakar Di Barat. Dimana Pembelaan Dan Perlindungan Negara Demokrasi?

 

Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Sangat disayangkan aksi anti Islam di dunia Barat terjadi berulang-ulang kali. Seperti tak dapat dihentikan.

Di Swedia, ada aksi pembakaran Al Qur'an dan di Norwegia seorang wanita rasis merobek-robek dan meludahi kitab suci Kaum Muslimin yakni Al Qur'an Al Karim (lihat kronologis lengkapnya di DetikNews, 31 Agustus 2020).

Kejadian pembakaran Al Qur'an bukanlah yang pertama. Sebelumnya pada November 2019, Tokoh Sayap Kanan Anti Islam di Norwegia,Lars Thorsen, telah duluan membakar Al Qur'an. Lars berasala dari Organisasi SIAN (Stop Islamization of Norway). (CNNIndonesia, November 2019). Organisasi rasis ini masih legal dan bertahan di Norwegia sebagai bentuk kebebasan berekspresi di Barat.

Pada tahun yang sama, Brenton Tarrant, warga keturunan Australia menembak secara brutal di 2 Masjid di Selandia Baru. Aksi ini disiarkan secara langsung (live streamming) di akun facebook pribadinya dan menewaskan jama'ah Shalat Jum'at kala itu.

Selain aksi anti Islam berbagai tuduhan negatif dialamatkan kepada Islam, Kitab Suci dan Nabinya yang mulia. Dimulai dengan prasangka-prasangka negatif yang tidak ditemukan faktanya.

Ditambah lagi dengan sikap negara-negara demokrasi di dunia yang tampaknya membiarkan begitu saja aksi-aksi ini terjadi. Pemerintah di Skandinavia sebenarnya sudah tahu bahwa aksi anti Islam ini akan berujung pada anarkisme pembakaran dan pelecehan Al Qur'an.

Karena pola demonya selalu saja sama terjadi setiap tahun. Seharusnya pemerintah di Barat melarang dan membekukan organisasi yang bersifat SARA.

Namun itu tidak dilakukan karena negara-negara yang menjunjung demokrasi di Barat itu tidak melarang penistaan terhadap agama Islam. Adanya pembiaran terhadap aksi penistaan menunjukkan bahwa demokrasi intinya adalah kebebasan berpendapat dan berperilaku.

Termasuk bebas untuk menghina Islam, Rasul SAW dan ajarannya. Harusnya demokrasi bisa mewadahi sikap tenggang rasa dan toleransi. Namun itu tidak berlaku bagi Islam.

Ketika satu orang menghina Islam dan tidak ditindak, ribuan orang dan sikap anti Islam semakin membesar di Barat. Bahkan di bagian Timur tak ada aksi nyata, kecuali sekedar kecaman.

Sehingga kejadian anti Islam akan terus berlangsung. Sistem demokrasi menyuburkannya.

Ini berbeda ketika Khilafah masih ada (Ada negara yang menerapkannya). Tidak ada pelecehan terhadap Islam. Pernah ada negara Eropa (Perancis dan Inggris) yang ingin mementaskan drama yang menghina Rasulullah SAW. Drama itu berjudul "Muhammad atau Kefanatikan".

Kemudian, Khilafah Utsmani memperingatkan negara Eropa tersebut. Jika negara itu tidak menghentikan pentas itu, Khilafah akan menyerang negaranya.

Negara Eropa itu pun takut dan menghentikan aksi jahatnya itu. Eropa tahu bahwa Khilafah adalah penjaga Umat Islam yang sangat kuat.

Khilafah pun pernah membebaskan seorang wanita yang disekap di benteng Amuria, Romawi Timur. Khilafah Islam berhasil melindungi marwah Islam dan Kaum Muslimin.

Namun, Khilafah tidak pernah melakukan aksi anti agama lain atau melakukan pembalsan dendam. Ketika terjadi genosia besar terhadap Kaum Muslimin di Spanyol, Sultan Shalahudin berhasil menguasai Palestina. Namun, Beliau tidak membantai orang-orang Non Muslim di sana.

Kejadian yang terjadi di Swedia dan Norwegia membuktikan bahwa dunia Islam memerlukan Khilafah. Khilafah akan mencegah pembakaran Al Qur'an dan Penistaan Rasulullah SAW. Efek pembelaan dan perlindungan terhadap Islam akan menimbulkan ketakutan kepada siapa pun yang mencoba menista Islam.

Semoga Khilafah bisa hadir lagi dan menciptakan dunia yang bebas anti SARA. Sebab Khilafah dalam sejarah adalah negara yang heterogen. Warga negaranya terdiri dari berbagai suku, bangsa dan agama. Sebuah sistem yang diakui toleran bahkan oleh para pakar Non Muslim. []

Bumi Allah SWT, 2 September 2020

#DenganPenaMembelahDunia

#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Al Qur'an Dirobek, Diludahi Dan Dibakar Di Barat. Dimana Pembelaan Dan Perlindungan Negara Demokrasi?"

Post a Comment