APAKAH "MENDENGAR" DIHUKUMI SAMA DENGAN "MENGUCAPKAN" ?

 


_________________________________________

Oleh : Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum.

Pada intinya, Densi menyatakan bahwa "meskipun orang Kristen mendengar ribuan kalimat ADZAN, toh mereka tetap Kristen, tetapi mengapa ada yang Muslim hanya mendengar ucapan natal sekali dalam setahun lalu membuatnya menjadi MURTAD"?

Mestinya Densi ini bisa membedakan antara "MENDENGAR" dengan "MENGUCAPKAN"! Mana ada hukum mendengarkan sesuatu perkara dihukumi sama dengan mengucapkan.

Saya boleh jadi mendengarkan ucapan RIBUAN KATA "CERAI dari isteri", tapi tidak juga membuat hubungan suami istri berubah. Namun, ketika saya mengatakan: "MULAI DETIK INI KAMU SAYA CERAIKAN", maka atas kalimat yang SEKALI saja saya katakan itu berarti hubungan suami istri yang sudah berlangsung puluhan tahun itu sejatinya TELAH BERAKHIR. Itulah Islam. Hanya karena SATU dan SEKALI perkataan telah mampu membuat:

1. Yang semula haram menjadi halal: AKAD NIKAH

2. Yang semula halal menjadi haram: TALAK

3. Yang semula kafir menjadi Islam: SYAHADAT

4. Yang semula Islam menjadi murtad: INGKAR AKIDAH.

Islam sangat menghargai makna kata-kata, apalagi yg sudah terangkai dalam PERJANJIAN. Sebuah janji setia untuk TIDAK MENYEKUTUKAN TUHANNYA, yakni ALLOH sebagai satu-satunya TUHAN yang patut disembah.

TOLERANSI. Satu kata ini sering menjadi MOMOK dalam RELASI. Bagi umat Islam, mengajari untuk bertoleransi mereka sama artinya seperti mengajari ikan berenang dan burung terbang. Muslim sangat bertoleransi dan memang diajari untuk toleran. Namun, toleransinya tidak berarti partisipasi melainkan dengan cara MEMBIARKAN, MENGHARGAI setiap perbedaan bahkan bila ada kesalahan di pihak lain atau agama lain. Tidak mengganggu, tidak merusak, tidak menggunakan kekerasan dan pemaksaan ketika orang lain MEMPERDENGARKAN PERBEDAAN mereka. Namun, tidak harus pula meyakini dan mengucapkan perbedaan itu sebagai sebuah KEBENARAN melalui ucapan perkataan. Itulah "sakti"-nya sebuah ucapan bagi seorang muslim sejati. Hanya karena perkataan yang diucapkan, bisa mengubah status sebuah hubungan atau pun status seseorang.

Kata-kata itu punya makna, bahkan sebagai sebuah simbol, secara hermeunitik sebuah kata bisa mempunyai selaksa makna. Namun, kita juga menemukan fakta bahwa Cinta, seringkali tidak selalu harus diucapkan dengan untaian dan rangkaian buih kata-kata. Bahasa tubuh seringkali sudah cukup mengisyaratkan adanya cinta dalam sebuah relasi antar mahluk Tuhan. Jadi, diamnya seseorang bukan berarti ia tidak memiliki cinta. Ia memilih diam karena khawatir bila perkataannya justru merusak keyakinan cintanya. Dan ia tahu akan hal itu.

Catatan akhir saya, doggy boleh jadi bukan gaya bercinta. Doggy hanya teknik menyalurkan hasrat seksual. Sulit untuk meyakini kualitas cinta bila hanya mengendus-endus tanpa mengijabahinya, bahkan hanya sekedar menyalak tanpa arti. So, tidak mungkin beragama seperti doggy karena agama butuh pembuktian dengan kesatuan antara kata dan perbuatan serta ia yakin bahwa yang diucapkan dan dilakukan adalah tidak akan merusak akidahnya. 

Tabik...!!!


*Pict from Brother Ichal Aydoğan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "APAKAH "MENDENGAR" DIHUKUMI SAMA DENGAN "MENGUCAPKAN" ?"

Post a Comment